Apa Yang Kita Sebut Dengan Cinta Indonesia (3 Habis)

Posted on 1 Agustus 2009

0


bendera Masyarakat yang lebih heterogen seperti bangsa kita, pembinaan nasionalisme tentu lebih rumit dibandingkan yang homogen, dari beberapa contoh yang ada beberapa bangsa bisa maju karena nasionalisme diperkuat dengan adanya penciptaan musuh bersama dari luar.

Contoh dekatnya kita lihat Malaysia, masyarakatnya cukup homogen mayoritas ras melayu dan beragama Islam, mungkin mereka trauma dengan gerakan ganyang Malaysia di jaman Orla, sehingga sejak jaman Orba mereka mulai mengambil jarak dengan Indonesia, mungkin saja di bangku-bangku sekolah mereka mengembangkan asumsi Indonesia sebagai musuh bersama. Selain itu pula orang malaysia juga menganggap AS dan Eropa adalah musuh yang tidak sesuai dengan pola budaya dan agama mereka.

Saya punya pengalaman menarik dengan orang Malaysia pada waktu saya melakukan kunjungan ke pontianak pada tahun 2000, dalam perjalanan dari Pontianak ke Mempawah kami mengendarai mobil Kijang, waktu itu habis hujan deras jadi jalan beraspal cukup licin, didepan kami ada keluarga warga negara malaysia yang mengendarai mobil jenis mobil travel kalau di jawa dengan kode plat malaysia, tiba-tiba entah kenapa iring-iringan mobil berhenti mendadak, sopir kami pun melakukan rem penuh sampai mobil terseret dan berbalik haluan, namun bemper belakang mobil kijang kami masih sempat juga menyentuh mobil orang malaysia itu.

Orang malaysia itu minta ganti rugi 600 ribu, waktu itu kami semua mahasiswa jadi hanya sanggup membayar 300 ribu. Dia ngotot dengan ganti rugi yang diminta dengan alasan cat mobil itu tidak ada di Indonesia, mendengar itu saya yang sejak awal masih diam lalu dengan sedikit emosi mendekati orang malaysia tadi dan mengambil kembali uang 300 ribu itu, lalu saya bilang, “eh..tau kamu Indonesia itu pesawat saja bisa dibuat, kalau cuma cat itu di sini juga banyak..!!!.” lalu sedikit gertakan saya ajak dia agar masalah ini dibawa saja ke polisi untuk diperkarakan. Akhirnya dia malah memelas dan minta damai serta meminta kembali uang 300 ribu itu.

peta-indonesia2 Israel adalah bangsa yang terkenal kuat dogma nasionalismenya, ratusan tahun mereka hidup terpisah-pisah dibelahan benua eropa, malahan mereka jadi sasaran kebencian dan kekerasan ras, walau tanpa wilayah nation mereka sangat kuat karena bangsa yahudi cuma satu plus agama dan budaya mereka juga sama. Dogma yahudi semua ras lain adalah musuh mereka cuma perlakukan kepada musuh saja yang berbeda, dengan bangsa Eropa dan AS mereka lakukan secara persuasif dengan menguasai sektor perkonomian dan kalangan akademisi, sedangan dengan tetangga mereka kaum arab timur tengah dengan cara perang. Sehingga muncul anekdot, tanpa memenangkan loby yahudi di AS jangan pernah berharap bisa menjadi presiden di negri paman sam itu.

Amerika membangun nasionalismenya dengan program wajib militer bagi setiap warga negara, selain itu AS tampil dalam liberalisasi dalam segala hal termasuk mengangungkan kebebasan individu, AS menjadi tanah impian bagi para imigran eropa yang terkungkung dalam kehidupan dogma gereja dan imigran dari negara-negara lain yang hidup dalam kungkungan pemerintahan militer yang otoriter. Dan kemajuan iptek AS sangat dipengaruhi oleh musuh mereka dalam era perang dingin. Dengan berakhirnya era perang dingin dan hancurnya koloni Rusia dengan ideologi sosialismenya, AS tetap mengembangkan atau menciptakan musuh bersama dari luar yaitu negara-negara yang dianggap anti demokrasi, musuh lainnya adalah negara-negara asal para teroris dengan ikon “Osama Bin Laden”, serta negara-negara yang dianggap mengembangkan senjata nuklir dan kimia.

Contoh lain adalah Negara Korea Selatan, sebagai macan Asia apakah kebangkitan perkonomian mereka karena munculnya Korea Utara menjadi musuh bersama mereka dari luar. Gerakan Swadeshi Mahatma Gandhi yang menjadikan India terlepas dari penjajahan British Empire, sampai saat ini gerakan ini yang menjadikan produk luar negeri sebagai musuh, telah membuat sektor produksi dalam negeri India menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Pada jaman Orla, Presiden Soekarno pernah menjadikan AS sebagai musuh bersama bangsa ini, namun patah arang karena terjadi perselingkuhan dengan komunisme. Kemudian muncul Orba malah bersahabat dengan AS dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif alias independent.

Gerakan nasionalisme artinya sama dengan gerakan cinta Indonesia, namun di jaman modern dan global ini nampaknya memerlukan “media” agar militansi nasionalisme cukup tangguh, apakah dengan itu “media” yaitu musuh bersama dari luar perlu kita ciptakan kembali seperti di jaman Orla ? Itu pun kalau kita percaya gerakan nasionalisme signifikan di dalam menggerakkan perubahan pada bangsa ini.

Pancasila sebagai satu-satunya azas kehidupan berbangsa dan bernegara sangat kental dengan filosofi nasionalisme. Namun sejak Orla hingga ‘Orde reformasi’ kita mungkin gagal mengamalkan stimulus penguat nasionalisme. Misalnya saat saya kuliah selalu berdiskusi kenapa yang jadi PNS dan ABRI pada saat lalu tidak dipertukarkan antar suku dan pulau, agar proses assimilisi pola budaya bisa berbagi pemahaman secara alamiah melalui proses interaksi dan komunikasi personal. Program transmigrasi di dalam pemerataan persebaran penduduk malah menjadi wilayah-wilayah komunal esklusif sesuai asal para transmigran karena pengelolaan dan pertukaran peran di level pemerintahan malah tidak terjadi. Otonomi Daerah malah semakin mengkristalkan demarkasi pulau dan suku, yang lahir malah munculnya raja-raja kecil di daerah-daerah.

Bom Hiroshima malah menjadi berkah bagi rakyat Jepang, gerakan perlawanan menjadikan AS dan koloninya sebagai musuh tetap mereka lakukan namun tidak dalam bentuk perang dan kekerasan. Pemerintah Jepang melembagakan dogmatisme patriotisme kebangsaan dengan simbol kekaisaran pada keagungan raja dan setiap warga negara diwajibkan bersekolah ke luar negeri dan kewajiban kembali membangun negeri matahari. Dengan kata lain, secara kasarnya Kaisar Jepang menyuruh semua warganya mencuri ilmu di AS dan negara-negara Eropa, lalu kembali ke tanah air menerapkan dan mengembangkan ilmu itu. Sampai saat ini Pemerintah Jepang melakukan pelarangan menggunakan tenaga kerja dari luar, kecuali hal-hal tertentu yang sifatnya hanya sementara.

Bom yang meledak di dalam negara kita sebenarnya belumlah sebanding dengan apa yang dialami oleh rakyat Jepang, dengan kata lain penderitaan yang dilakukan bangsa lain demi meraih sebuah kejayaan belumlah sebanding dengan penderitaan yang kita alami atau perjuangan dan pengorbanan kita masih terlalu sedikit untuk membuat negeri ini berjaya di atas bangsa lain.

Apa yang kita sebut dengan cinta Indonesia ? artinya sejauh mana rasa nasionalisme kita dalam tata pergaulan, sikap perilaku, dan stimulus kebijakan agar tapal batas heterogenitas bisa lebih cair menjadi potensi energy militansi nasionalisme. Bukan hanya sekedar tantangan karena ledakan bom si buangsyat teroris itu.

Apa yang kita sebut dengan cinta Indonesia ? artinya sejauh mana kepedulian anda terhadap bangsa ini, apakah yang anda perbuat demi kebaikan bangsa ini, artinya apa yang terbaik yang sudah anda lakukan bagi diri sendiri.

Apa yang kita sebut dengan cinta Indonesia ? jangan jauh-jauh dan berpikir rumit-rumit, cukuplah anda menjadi fenomenal dan mendadi suri teladan dilingkungan pengaruh kita masing-masing.

ataukah kita mungkin perlu menciptakan musuh bersama dari luar ? Wallahualam.

Salam Cinta Indonesia

Posted in: Budaya, Pendidikan