Hukum Rezeki : Menggapai Keberuntungan

Posted on 16 Agustus 2011

0


hukum-kelimpahankemakmuran-memberi/

Seperti telah dijelaskan tentang Hukum kelimpahan dan kemakmuran (Memberi), Hukum Rezeki ini juga dijelaskan bukan berdasarkan teori atau fakta pengalaman yang berulang pada manusia. Tetapi dijelaskan berdasarkan fakta fenomena alam (belajar dari alam) karena hukum alam itu pasti dan tidak berubah sepanjang zaman. Sifatnya empirik tak terbantah, dapat dicerna dengan akal sehat, kronologis cerita berdasarkan alur gejala alam.

Kemajuan teknologi pun saat ini karena adanya eksplorasi atas gejala alam terutama terkait hukum metafisika, yang kemudian diformulakan dalam analog sebuah instrument teknologi yang menghasilkan teknologi yang memudahkan pekerjaan manusia mengelola diri dan alam semesta.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” QS.Imran : 190.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka kebenaran itu”. QS. Fushshilat : 53

Kebenaran hukum alam juga berlaku bagi manusia, karena sang pencipta Cuma satu, kalau tidak sama, maka mungkin harus percaya bahwa Tuhan itu lebih dari satu.

Mari kita mulai…!

Semua hukum alam berjalan berdasarkan hukum dualitas atau dikenal dengan hukum keseimbangan alam. “Semua tercipta berpasang-pasangan.” (Qur’an).
Seperti siang dan malam, panas dan dingin, pria dan wanita, baik dan buruk, hak dan kewajiban, memberi dan menerima, surga dan neraka, sebab dan akibat dst. Variasi fenomena alam yang terjadi merupakan hasil interaksi kausalitas dari interaksi factor dualitas tersebut.

Nah, pada diri manusia hukum dualitas ini juga berlaku, sederhananya pada diri manusia terdapat dua hal pokok yaitu, Hati dan Pikiran. Apapun pendapat yang mencoba mempelajari perilaku manusia, hati dan pikiran selalu menjadi wacana pokok/inti. Lalu berkembang kalau manusia memiliki akal, rasa, batin, spiritual, cinta, imajinasi, dst. Eksplorasi atas semua hal tersebut semua berangkat dari interaksi hati dan pikiran manusia.

Apa yang kita maksud dengan rezeki …..?

Jika hal ini ditanyakan, maka jawabanya cukup bervariasi pada setiap orang karena sangat tergantung dengan kondisi kekinian seseorang. Bentuknya dapat berupa material seperti harta benda dan jodoh, dan inmaterial seperti , rasa bahagia, percaya diri, kesehatan, penghargaan, dst.

Tapi apapun bentuk rezeki yang kita harapkan itu, maka untuk sampai kepada hal tersebut, hal yang utama atau rezeki utama yang kita harapkan untuk hidup adalah “air”. Tanpa air, tumbuhan, binatang, dan manusia tidak dapat hidup dan kita tidak bisa berharap pada rezeki yang lain. Planet tanpa air jangan berharap disitu ada kehidupan apalagi rezeki.

Nah, kalau begitu mari kita belajar dari air, karena dari perilaku air kita bisa lahirkan hukum rezeki.

Sumber utama air adalah dari samudera lautan, kemudian didukung oleh proses pergantian siang dan malam (perputaran planet, bumi, dan matahari), sehingga terjadi metamorfosis alam. Melahiran efek pendinginan dan pemanasan alam, sehingga terjadi embun dan hujan yang membasahi bumi. Menyuburkan tumbuhan yang mengeluarkan O2 (oksigen) yang dibutuhkan oleh manusia, dan manusia mengeluarkan CO2 (karbondioksida) yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Kira-kira begitulah proses sederhananya.

Secara normal air mengalir dari tempat/dataran ketinggian ke tempat yang lebih rendah, air yang mengalir walau disumbat atau ditampung akan selau mencari jalan yang lebih luas untuk mengalir ke tempat yang lebih rendah lagi. Ketika menjadi udara atau O2 dan CO2, atau menjadi awan, akan mengalir dari ruang yang sempit ke ruang yang luas. Dari hawa yang panas ke hawa yang lebih dingin. Jadi jangan heran wilayah yang mempunyai hutan lebat akan lebih sering hujan dibanding wilayah yang gersang.

Dus, dikaitkan rezeki dengan manusia yang memiliki hati dan pikiran, artinya rezeki itu mengalir kepada manusia yang rendah hati dan berpikiran luas. Manusia rendah hati dapat bekerja sama dengan semua orang dan dibutuhkan oleh banyak orang, apalagi kalau mempunyai pikiran yang luas, tentu dengan kepemilikan itu dapat melahirkan ide dan gagasan untuk mencipta kreativitas. Dengan rendah hati manusia terlepas dari sifat-sifat buruk seperti iri, dengki, dendam, dst. Manusia rendah hatilah yang dapat bekerja dengan penuh ikhlas, tidak merasa dimanfaatkan oleh orang lain, penuh dengan kepedulian, dan dengan dukungan pikiran yang luas, dia tidak pernah merasa kehilangan untuk melahirkan gagasan dan inovasi dalam bekerja untuk kemaslahatan masyarakat umum.

Rezeki itu seperti CO2 dapat dihirup di mana saja di muka bumi ini, artinya rezeki itu tidak terbatas dan terdapat dimana-mana. Jadi selama anda mau bekerja jangan pernah kehilangan harapan untuk mendapat rezeki.

Nah, rezeki itu seperti air, jangan sampai anda menampung air comberang (Rezeki haram) karena akan berbau busuk. (ketahuan juga hasil korupsi). Walaupun halal rezeki yang ditampung akan selalu mencari jalan keluar, kalau tidak disalurkan dengan benar, misalnya membayar pajak atau zakat, menyantuni orang miskin. Contoh perusahaan buat CSR. Maka rezeki itu mencari jalan keluar sendiri lewat musibah bagi manusia. Seperti kecelakaan, kena penyakit kronis, stress, kecurian, kebakaran, anaknya terlibat narkoba, dst. Tentu dengan takaran-takaran yang terukur. ”Semua tercipta dengan ukuran-ukuran yang pasti, tidak melebihi dan tidak mengurangi.” (Qur’an).

Kalau semua itu sudah berjalan pada hukumnya, maka bersabarlah, semua itu ada waktu panennya. Intropeksi atau menitilah ke dalam diri, mungkin masih ada yang kurang karena memperbaiki diri sendiri itu lebih mudah, daripada selalu bersoal tentang kekurangan orang lain. Malah lebih berat berpikir untuk merubah orang lain, karena orang lain berubah pada kata-kata dan teladan tindakan di mana dia bersimpati.

Rendah hati merupakan kunci utama seorang bisa menjalani pribadi takwa, dan benarlah janji Tuhan, ”Barangsiapa yang bertakwa akan mendapatkan rezeki dari segala penjuru tanpa dia sangka-sangka,” (Qur’an).

”Sebenarnya hanya bentuk fisiknya saja kita itu bekerja untuk orang lain, tapi hakikatnya kita itu bekerja untuk diri sendiri. Jadi janganlah ada pamrih baru anda bekerja atau memberikan kepedulian, karena seperti CO2 rezeki itu pasti datang selama anda bekerja dengan rendah hati. Dan semakin banyak dan lelah anda bekerja berarti semakin banyak memerlukan air dan CO2.

Artinya semakin banyak anda bekerja tanpa lelah dan pamrih sekalipun, sebenarnya rezeki pasti semakin banyak akan datang sendiri kepada anda. Kalau kita sudah berusaha katakanlah rezeki itu datang karena kita memang pemiliknya, jika tak datang sebenarnya itu bukan rezeki kita dan ada rezeki yang lain. Kalau dapat rezeki tanyalah diri kita apa kebaikan yang kita lakukan, sehingga kita yang dapat, orang lain tidak, jangan Cuma pandai menggerutu kok saya yang dapat musibah bukan orang lain.” wallahualam

Salam dialognol

Posted in: Paradigma Satu